Gambar : unsplash.com |
Seperti yang kita tahu, saat ini pemerintah tengah melakukan berbagai upaya agar Indonesia bisa merdeka dari virus COVID-19, salah satunya yaitu dengan gencar melakukan vaksinasi. Tentunya hal ini dilakukan supaya keadaan di berbagai bidang bisa kembali membaik. Ini dikarenakan sejak awal masa penyebaran virus corona, kita melihat banyak sekali pengusaha dan pebisnis yang nasibnya berada di ujung tanduk, terutama di sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), salah satunya seperti bisnis fashion dan apparel.
Para pecinta sepak bola pastinya tahu dong apa itu apparel. Kalau kita lihat dari sisi sepak bola, situasi pandemi membuat semua kompetisi sepak bola, baik lokal maupun internasional ditiadakan sementara. Hal ini tentu berimbas ke penjualan jersey yang mengalami penurunan. Pada akhirnya mereka (apparel) memberikan potongan harga untuk sejumlah merchandise demi menarik minat konsumen.
Terlepas dari itu, tak sedikit pebisnis yang akhirnya lebih memilih untuk gulung tikar. Tentunya keputusan tersebut tidak hanya berimbas ke si pemilik bisnis, tapi juga ke karyawannya. Selain karena krisis keuangan yang dialami oleh konsumen, berbagai faktor lain serta kebijakan-kebijakan yang diterapkan di situasi pandemi menjadi alasan mengapa banyak sekali bisnis yang mau tak mau harus gulung tikar.
Alhasil situasi pandemi COVID-19 menjadi sebuah tantangan besar bagi para pemilik bisnis. Meski begitu, nyatanya banyak pebisnis yang mampu bertahan dan melanjutkan bisnisnya di tengah masa pandemi, termasuk mereka yang mempunyai bisnis di bidang fashion. Tentunya ini tak lepas dari kebutuhan orang-orang akan fashion, yang ditandai dengan munculnya berbagai macam tren yang ikut menyesuaikan dengan kondisi seperti sekarang ini.
Para pemilik bisnis di bidang ini pun dituntut untuk terus bisa mengikuti perkembangan tren demi menjawab kebutuhan fashion yang disukai oleh masyarakat. Jika kita flashback sedikit ke awal masa pandemi, kala itu penjualan pakaian bisa dibilang merosot tajam. Sebab pada saat itu masyarakat memiliki prioritas kebutuhan lain yang jauh lebih penting dibandingkan fashion.
Meskipun begitu, kita semua tahu kalau sandang juga termasuk salah satu kebutuhan utama (primer). Nah, disinilah peran yang harus dimainkan oleh para pemilik bisnis fashion. Mereka harus bisa mengetahui kebutuhan fashion seperti apa yang memang diperlukan oleh masyarakat di situasi pandemi ini. Yang pasti hal tersebut tak bisa serta merta dilakukan begitu saja, perlu ada riset yang kuat terhadap permintaan pasar agar strategi yang dipilih tepat.
Lantas bisakah bisnis fashion survive di tengah situasi pandemi?
Gambar : unsplash.com |
Kalau melihat dari sudut pandang sebagai konsumen, jawabannya jelas bisa. Seperti yang sudah disebutkan di atas, fashion menjadi kebutuhan primer selain pangan dan papan. Yang artinya, walaupun di masa pandemi kebutuhan akan fashion menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan pokok lainnya, tapi bukan berarti tidak ada peminatnya lagi.
Kalau berbicara tentang kebutuhan fashion di masa pandemi, pastinya tak jauh-jauh dari masker. Sebab masker menjadi alat wajib yang harus dipakai ketika pergi ke luar rumah. Banyak pemilik bisnis fashion yang meluncurkan inovasi masker dengan desain dan tampilan yang menarik. Alhasil banyak konsumen yang terpikat dan akhirnya membeli produk masker tersebut. Hal-hal seperti inilah yang membuat bisnis fashion bisa terus survive di masa pandemi.
Kebutuhan akan fashion di masa pandemi tak hanya terbatas pada produk masker saja. Kebutuhan lainnya seperti pakaian pria dan pakaian wanita sangat diperlukan untuk menunjang aktivitas work from home (WFH). Sebab walaupun kebanyakan di rumah, bukan berarti kita juga harus berhenti untuk tampil modis. Menghasilkan sebuah produk pakaian yang nyaman digunakan namun tetap trendy, menjadi salah satu peluang bagi usaha fashion untuk bisa mempertahankan bisnisnya.
Kemudian misalnya dengan memanfaatkan situasi yang tepat. Situasi disini merujuk pada sesuatu yang sedang tenar, viral atau booming. Misalnya yang baru-baru ini sedang trending yaitu anime Tokyo Revengers. Beberapa pemilik bisnis fashion memanfaatkan situasi tersebut dengan memproduksi jaket seragam (Tofuku) milik geng Tokyo Manji (Toman). Alhasil mereka yang suka dengan anime Tokyo Revengers, berbondong-bondong membeli produk tersebut.
Malahan dengan adanya platform e-commerce, konsumen jadi dimudahkan karena mereka bisa berbelanja produk fashion tanpa harus pergi ke toko fisik. Nah, hal ini juga harus menjadi pertimbangan bagi para pemilik usaha fashion. Agar bisnisnya bisa tetap eksis, diperlukan sebuah perubahan dan strategi baru, yaitu dengan beralih ke online.
Dengan memanfaatkan marketplace dan e-commerce, tentu banyak sekali keuntungan yang diperoleh si pemilik bisnis. Dari segi kesehatan misalnya, penjual dan konsumen akan terhindar dari penyebaran virus corona karena tidak bertransaksi secara langsung, dan juga dengan beralih ke online maka jangkauan konsumen menjadi lebih luas dan tak terbatas (dimana pun kapan pun). Sementara pihak konsumen juga diuntungkan dengan adanya berbagai penawaran seperti promo, gratis ongkir, cashback, potongan harga, dan lain sebagainya.
Toko Baju Amigo sebagai salah satu bisnis fashion yang mampu survive di tengah pandemi
Gambar : amigogroup.co.id |
Sudah tak terhitung lagi berapa banyak bisnis fashion yang merasakan beratnya tantangan di masa pandemi. Namun dari sekian banyaknya, ada beberapa bisnis fashion yang bisa dibilang mampu bertahan, atau bahkan hampir melewati masa-masa sulit tersebut. Salah satunya seperti Toko Baju Amigo yang berdomisili di Klaten, Jawa Tengah.
Buat yang masih belum tahu, Amigo Group adalah sebuah perusahaan fashion retail yang sudah berdiri sejak 40 tahun yang lalu. Sampai saat ini, toko baju Amigo sudah berhasil membuka sembilan toko cabang, yang masing-masing terletak di Kabupaten Klaten, Sukoharjo, Boyolali, Wonosari - Gunung Kidul dan Karanganyar.
Seperti halnya bisnis fashion retail pada umumnya, toko baju Amigo juga pasti merasakan dampak dari pandemi COVID-19. Walaupun begitu, nyatanya sampai hari ini mereka masih tetap eksis dalam memasarkan produk-produk miliknya. Hal ini menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan oleh Amigo Group berjalan dengan efektif.
Ini tak lepas dari berbagai inovasi yang terus dilakukan. Dan seperti yang kita lihat, produk yang dihasilkan toko baju Amigo tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Selain itu, banyaknya fasilitas penunjang tentu menjadi nilai plus sendiri di mata konsumen. Seperti misalnya layanan retur, yang mana jika konsumen mendapati barang yang dibeli tidak sesuai atau terdapat kerusakan, maka Amigo Group memungkinkanmu untuk melakukan penukaran (retur) barang.
Selain itu, jika berbelanja langsung di Toko Baju Klaten atau toko cabang lainnya, maka konsumen bisa menikmati layanan Wi-Fi gratis, keren kan. Tetapi buat yang tinggal di luar daerah yang disebutkan di atas, tak perlu khawatir, karena kita bisa memesan produk dari Toko Baju Amigo melalui platform e-commerce favoritmu, cukup duduk di rumah dan tunggu pesanan datang.
Bisnis tak melulu soal keuntungan
Kata-kata di atas sudah sering kali kita dengar. Beberapa orang mungkin menganggap bahwa hal tersebut merupakan sebuah pencitraan. Pasalnya, siapa sih hari gini yang tidak ingin mendapat keuntungan dari bisnis yang dijalaninya, apalagi di kondisi serba susah karena adanya pandemi COVID-19. Tentu banyak pebisnis ingin memperoleh keuntungan yang besar demi menutupi pengeluarannya.
Walau begitu, nyatanya tak sedikit pula para pebisnis yang tidak memikirkan soal untung-rugi. Bahkan di situasi pandemi sekali pun mereka lebih memilih untuk memberikan manfaat kepada orang banyak, daripada sekedar mendapatkan keuntungan semata. Memang terdengar seperti dongeng alias mustahil, tapi hal tersebut benar-benar pernah terjadi. Seorang pebisnis memang harus memiliki jiwa kreatif dan inovatif, namun pebisnis sejati harus punya rasa tanggung jawab dan empati. Nilai-nilai sosial tersebut juga dapat membantu bisnis kita survive di tengah situasi pandemi.
Penutup
Pada akhirnya dalam kondisi dan situasi apa pun, semua pemilik bisnis memang dituntut untuk memiliki jiwa kreatif dan inovatif. Namun dengan adanya rasa tanggung jawab, empati, serta berani membuat terobosan baru, tentunya ini akan menjadi paket komplit yang mampu memikat hati para konsumen. Termasuk di masa pandemi seperti sekarang ini, walaupun banyak sekali pil pahit yang harus ditelan oleh para pemilik bisnis fashion, namun dengan memiliki pemikiran dan sifat seperti di atas, bukan hal yang tak mungkin jika bisnisnya bisa tetap bertahan, atau bahkan jadi lebih berkembang lagi.
10 comments