Siapa yang tidak terpukul setelah melihat kegagalan timnas untuk melaju ke partai final di ajang AFF U-16 dan U-19? Pastinya sebagian dari kita cukup kecewa dengan hasil tersebut. Terutama partai semifinal antara Indonesia U-19 melawan Malaysia U-19 yang digelar pada sabtu (17/08/2019), dimana harusnya bisa menjadi kado manis di hari kemerdekaan RI, tapi hasilnya tidak semanis ekspektasi.
Kalau kita mundur sedikit, saat timnas senior berlaga di ajang AFF Suzuki Cup 2018 tentunya saat itu adalah hal yang tak disangka-sangka, dimana laju timnas tertahan di fase grup dengan hasil yang cukup mengecewakan. Padahal saat itu saya sudah yakin bahwa komposisi pemain yang dibawa bisa mengulang kesuksesan timnas seperti pada gelaran AFF 2016.
Meskipun memegang gelar runner-up terbanyak selama mengikuti ajang AFF Suzuki cup, tentu rasanya kurang kalau belum pernah mencicipi gelar juara. Padahal kita tau kalau Indonesia menjadi salah satu tim yang disegani di Asia Tenggara. Yah mungkin itu ketika era nya Bambang Pamungkas dan Budi Sudarsono, lantas bagaimana dengan timnas yang sekarang? Mungkin dulu kita masih selevel dengan Vietnam dan Thailand.
Nyatanya sekarang kita justru tertinggal jauh dari mereka. Sepakbola Thailand dan Vietnam sekarang levelnya sudah Asia. Meskipun sekarang kita masih mengganggap mereka sebagai Rival, ketahuilah bahwa mereka sudah tidak atau bahkan tidak pernah menganggap kita sebagai rival. Mulai dari peringkat FIFA, kualitas Liga domestik, dan federasi, semua kita tertinggal jauh. Bahkan suporter klub saja kita jauh tertinggal. Apakah kalian pernah mendengar suporter Chonburi atau Becamex Binh Duong membuat kerusuhan? Tentu tidak.
Lain halnya dengan para suporter di Indonesia, sifat fanatisme mereka justru membuat malu Indonesia. Sampai-sampai klub kesayangan nya ikut terkena imbasnya. Lucunya, mereka tetap mengulangi aksinya bodohnya tersebut, padahal mereka tau kalau hal yang mereka lakukan itu merugikan banyak pihak. Yang paling lucunya lagi, mereka ujung-ujungnya malah menyalahkan federasi. Walaupun memang federasi sepak bola indonesia yang sulit untuk berbenah juga menjadi salah satu faktor tidak majunya persepakbolaan Tanah Air.
Walau kenyataannya Indonesia sering berprestasi di kelompok umur, tetapi gelar yang diperoleh pun hanya hitungan jari dan itu bukan di ajang besar seperti piala AFC. Seperti kemarin Indonesia gagal di kualifikasi AFC U-23 Thailand, dan hanya Vietnam wakil Asean yang akan berpartisipasi di ajang tersebut, dan Thailand yang otomatis lolos karena statusnya sebagai tuan rumah.
Berbicara tentang kelompok umur, kita tau di kelompok umur Timnas Indonesia cukup superior bahkan bisa bersaing dengan negara-negara kuat dari benua Eropa dan Amerika. Namun saat memasuki level senior mereka justru mendapatkan motivasi berbeda-beda, hal inilah yang 'mungkin' menjadi penyebab kegagalan timnas. Ada pemain yang semangat bisa membela Timnas, mungkin ada juga yang lebih fokus dengan karier di klubnya. Ada juga karena kebiasaan bermain di negara sendiri lalu dengan mudahnya ia melakukan pelanggaran-pelanggaran tidak perlu.
Selain hal diatas, masih banyak faktor yang membuat sepakbola kita tak kunjung maju. Lantas jika sudah begini siapa yang harus disalahkan? Apa yang harus dibenahkan? Butuh waktu berapa lama lagi agar sepakbola Indonesia bisa bangkit dan sejajar dengan negara-negara Asia lainnya? Mengingat euforia sepakbola di Tanah Air sudah menjalar mulai dari anak-anak hingga ke orang dewasa. Ayo berikan pendapatmu!
No comments